Likuiditas Saham Kian Suram Karena Buy Back

PT.Cikarang Listrindo Tbk (POWR) tampaknya tidak ingin ketinggalan momentum. Mumpung harga sahamnya lagi murah, emiten tersebut akan membeli kembali saham yang kini beredar di pasar. Cikarang Listrindo menyiapkan dana Rp 295 miliar untuk memuluskan rencana tersebut. Harapannya, mereka bisa membeli kembali maksimal 2% dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh. Ini setara dengan sekitar 321,74 juta unit saham.



Secara valuasi, harga saham POWR memang dipandang murah oleh analis. Perhitungan Aditya Perdana Putra, Analis Semesta Indovest, harga saham POWR seharusnya bergerak pada kisaran Rp Rp 1.100-Rp 1.200 per saham. Jika tanpa intervensi lewat buyback, POWR bisa merasakan dampak negatifnya. Misalnya, jika mereka berniat melakukan rights issue atau penyertaan modal dengan menggunakan saham.

Hanya saja, buyback saham POWR juga bisa berimplikasi negatif ke pasar. Wujudnya berupa likuiditas perdagangan saham yang kian seret. Sebagai catatan, saat ini jumlah saham POWR yang beredar di publik hanya 16,24% atau sekitar 2,613 miliar unit saham. Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menuturkan, jumlah saham POWR yang saat ini ditransaksikan di pasar juga kecil sehingga tidak likuid.

Ia mencatat, transaksi harian saham POWR hanya belasan juta rupiah. Likuiditas yang rendah seperti ini menunjukkan bahwa investor tidak begitu agresif dalam memperdagangkan saham POWR. Ini cukup unik, karena perusahaan melakukan buyback di saat transaksi sahamnya tidak likuid. Setelah buyback, transaksi saham akan semakin tidak likuid, ujarnya. Persoalan berikutnya, kenaikan harga saham pasca-buyback juga ditentukan kemampuan emiten dalam menggenjot kinerjanya. Nah, untuk POWR, sejauh ini kinerja nya masih di atas rata-rata industri.

Perusahaan pemasok listrik ini memiliki pelanggan utama dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dari posisi keuangan, angka return on equity (ROE) masih double digit, jadi positif. Perusahaan juga membagi dividen dengan angka yang cukup tinggi, yakni 64% laba bersih, imbuh Aditya. Hanya saja, jika melihat laporan keuangan pada semester I-2018, penjualan POWR turun 0,67% (year-on-year/yoy) menjadi US$ 278,8 juta. Sementara laba bersihnya tergerus 27,98% (yoy) menjadi US$ 40,4 juta. “Kita harus lihat lagi, bagaimana perusahaan bisa tetap meningkatkan kerjasama dengan mitra, terutama PLN,” kata Aditya. Tahun lalu, pendapatan POWR mencapai US$ 556,15 juta. Perusahaan menargetkan pendapatan tahun ini bisa melebihi US$ 500 juta.

Cuma, melihat kinerja semester pertama, Aditya memandang target perusahaan cukup menantang. Layaknya banyak produsen listrik yang lain, Cikarang Listrindo juga tidak bisa mengelak dari kenaikan beban. Ini seiring naiknya harga batubara acuan yang merembet pada kenaikan biaya produksi. Nah, berkaca pada kondisi tadi, Aditya melihat ada risiko kinerja perusahaan pada kuartal ketiga dan keempat juga akan turun.

Sebab, POWR memiliki keterbatasan wilayah pasar, yakni hanya di sekitar Cikarang. Jika ingin memperluas wilayah, perusahaan perlu kembali menaikkan kapasitas produksinya. Hal tersebut tidak mudah lantaran membutuhkan biaya besar dan proses lama. Saat ini Cikarang Listrindo tengah mengembangkan proyek green energy dengan pilot project di Cikarang dengan daya 52,5 kilowatt. Memang kecil, namun cukup bagus sebagai inisiasi untuk mendiversi kasi bisnis.


Related Posts
Previous
« Prev Post